Home

Kamis, 16 Desember 2021

Kemendikbud RI Terus Awasi Kasus Pelecehan dan Pornografi di Unsri

Inspektur Jenderal Kemendikbud Ristek RI, Dr. Chatarina Muliana terus melakukan pengawasan terhadap kasus pelecehan seksual dan pornografi di Unsri

PALEMBANG, - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI terus melakukan pengawasan terhadap kasus pelecehan seksual dan pornografi di Universitas Sriwijaya (Unsri).

Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud Ristek RI, Dr Chatarina Muliana Girsang mengatakan, pengawasan dilakukan guna memastikan penanganan kasus tersebut dapat berjalan sesuai prosedur.

"Apalagi kedua tersangka sudah ditahan, jadi kami memang memantau langkah apa yang dilakukan," ujarnya, Rabu (15/12/21).

Dia menegaskan, langkah tersebut harus sesuai dengan Permendikbud No 30 tahun 2021 serta berbagai regulasi yang ada.

Termasuk soal administratif yang sesuai dengan undang-undang ASN dan peraturan pelaksanaan lainnya.

"Itu yang kemarin sampaikan dengan pihak kampus," ucapnya.

Chatarina juga mengingatkan, Rektorat Unsri harus sangat bijak dan cermat dalam mengambil setiap langkah maupun kebijakan terkait persoalan yang kini terjadi.

Hal ini bertujuan mencegah timbulnya masalah-masalah lain diluar masalah utama yang sedang dihadapi.

"Sudah kami sampaikan juga kepada pihak kampus terkait mahasiswa yang pro dan kontra itu adalah tetap anak didik yang mesti diperhatikan. Kampus sudah semestinya harus ingat dengan hak mereka untuk menyelesaikan pendidikan di kampus," ucapnya.

Kemendikbudristek RI melalui Itjen juga sudah bertemu dengan penyidik maupun korban untuk membicarakan soal apa saja yang dibutuhkan terkait kasus ini.

Terhadap penyidik, Itjen Kemdikbudristek RI siap memberikan bantuan sesuai dengan wewenang mereka dalam membantu proses hukum yang kini masih berjalan.

Sedangkan bagi korban, Itjen Kemdikbudristek RI memberikan pendampingan agar korban merasa aman dan semua hak-haknya tetap terpenuhi.

Termasuk dengan menjadi mediator antara korban dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bila memang diperlukan.

Meski menurutnya, ketakutan korban mendapat halangan misalnya administratif dari pihak kampus baru sebatas kekhawatiran.

"Dan sudah menjadi atensi kami kepada kampus (Unsri) untuk memperhatikan kepentingan serta perlindungan kepada korban," ucapnya.

"Selain itu, korban bisa menghubungi saya langsung atau tim saya apabila memerlukan sesuatu terkait perkara ini. Misalkan bila korban merasa bahwa hak akademiknya terganggu atau ingin menyampaikan harapannya kepada pihak rektorat (Unsri), maka kami siap menjadi saluran bagi korban untuk menyampaikan hal tersebut kepada kampus jika ada penghalang untuk menyampaikan itu," katanya menambahkan.

Di sisi lain, Chatarina juga menyarankan agar seluruh kampus termasuk Unsri untuk menerapkan aturan dalam Permendikbud No 30 Tahun 2022 terkait hal-hal pencegahan pelecehan seksual.

Terutama saat proses bimbingan skripsi sebab berkaca dari berbagai peristiwa, waktu tersebut dinilai paling rentan terjadi peristiwa semacam itu.

"Maka kami sarankan sebaiknya untuk bimbingan harus di ruang terbuka. Kami juga sarankan tidak sendiri. Ruang dosen bimbingannya juga harus kaca semua supaya dua arah bisa saling melihat. Dari mereka juga ada yang menyarankan supaya dipasang CCTV, ya silahkan. Tapi CCTV itu harus yang terlihat, jangan tersembunyi supaya orang tidak salah tafsir. Terpenting, lakukan bimbingan di jam kuliah. Jangan lakukan di luar jam kuliah apalagi di luar kampus," ujarnya. @oganilirterkini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar