Pemilik lahan saat melakukan pengukuran di lokasi yang dihadiri Kades Payakabung, beberapa waktu lalu
OGAN ILIR, - Burhan dan Abu, dua bersaudara warga Indralaya Mulya Kecamatan Indralaya Ogan Ilir mengaku lebih dari 50 persen lahan milik mereka seluas 58 hektar dengan sertikat hak milik tahun 1995, diduga diserobot oleh 13 orang orang. Diduga malah salah satu yang diduga menyerobot, adalah oknum instansi disini.
Menurut mereka, tanah itu berada di Desa Payakabung Kecamatan Indralaya Utara Ogan Ilir. Namun anehnya semua oknum yang diduga menyerobot tanahnya itu bukanlah warga Desa Payakabung, melainkan masyarakat pendatang.
Dirinya menuding ada kongkalikong antara oknum instansi itu bersama oknum pejabat setempat dan mafia tanah, untuk mensertifikatkan tanah miliknya.
"Kami menduga ada permainan pihak-pihak tertentu bekerja sama denga para mafia tanah. Mengapa mereka tidak mau melakukan pengukuran padahal, kami sudah mengurus semuanya sesuai prosedur dari BPN, lengkap malah," terang Burhan.
Awalnya, ungkap Burhan, oknum masyarakat yang diduga menyerobot tanahnya itu hanya menumpang membuka usaha seperti jualan makanan, buka warung, tambal ban dan semacamnya. Kebetulan, tanahnya ini berada di pinggir Jalan Lintas Timur Palembang-Prabumulih.
"Dulu kito tanyo mereka ini ngaku cuma numpang bejualan martabak, usaha tambal ban, dak taunyo tanpa pengetahuan kito mereka buat sertifikat," ungkap pria yang mengaku keturunan raja atau lebih tinggi dari jabatan Persirah pada waktu itu.
Terungkapnya tumpang tindih sertifikat tanah itu, ketika mereka hendak mengurus sertifikat dan bermaksud memecah lahanaya menjadi 12 bagian.
"Ketika hendak mengurus surat permohonan pengukuran tanah, pihak BPN langsung mengatakan di tanah itu banyak masalah karena telah banyak tumpang tindih sertifikat. Seakan mereka tahu persis lokasi tanah itu, padahal mereka belum melakukan pengukuran," terangnya.
Sementara, hampir 36 hektar dari 58 hektar tanah yang diduga diklaim oknum masyarakat itu rata-rata telah disertifikatkan dengan memanfaatkan program nasional (Prona) atau PTSL.
"Sertifikat mereka ini diterbitkan berjenjang di tahun 2012, 2015 dan 2018. Akan tetapi kita tidak tahu dasar mereka membuat sertifikat itu apa," terangnya.
Setelah dilihat berdasarkan peta lokasi yang didapat dari salah satu oknum instansi terkait pada lokasi tanahnya itu, masih banyak yang masih kosong dan hanya di tanami tumbuh-tumbuhan saja.
"Meski kami meminta untuk melakukan pengukuran pada lahan putih (tidak ada konflik) pihak ATR/BPN tetap tidak mau, ini ada apa?," katanya yang menjadi pertanyaannya.
Lanjut dia mengaku, dirinya selalu rutin bayar pajak dan melakukan regestrasi surat tanahnya setiap tahunya. Sementara Kepala Desa Payakabung Faula Rozi membenarkan adanya lahan Burhan didesanya tersebut.
Akan tetapi sejak dari 2012, pihaknya hanya menerima pengajuan dari satu warga Desa Parit yakni atas nama Ibu Sinaga yang mengajukan permohonan pembuatan sertifikat tanah dengan dasar sertifikat lama yang terbit sekitar tahun 1983.
"Selain dari situ tidak ada, dari semua warga yang mengklaim tanah Pak Burhan itu juga tidak ada satupun yang merupakan warga Desa Payakabung. Jadi saya juga tidak mengerti kalau mengapa ada sertifikat. Memang banyak di tahun itu yang buat sertifikat tanah, tapi saya lupa dan tidak hapal," terang Kades.
Kalaupun nanti perkara itu akan digugat ke PTUN, Rozi mengaku pihaknya siap untuk menjadi saksi terkait sertifikat yang di miliki oleh ibu Sinaga.
"Dia ajukan ke kita, merasa semua dasar-dasarnya lengkap. Sertifikat awal dikuasai secara fisik dan sebagainya, maka kita ajukanlah ke BPN," sambungnya.
Menanggapi hal itu, Kasi Tambal Batas ATR/BPN Ogan Ilir Wahyu mengaku belum dapat melakukan pengukuran itu karena terkendala konflik lahan. Banyak warga yang mengklaim tanah tersebut.
"Benar mereka telah mendaftar dan berkasnya telah kami proses, akan tetapi ketika dilapangan banyak warga yang merasa keberatan makanya kami urungkan," ungkapnya.
Terkait apakah mereka yang keberatan memiliki sertifikat Prona, dirinya mengatakan tidak mengetahui hal itu.
"Namanya proses sertifikatkan harus clear and clean Pak ya. Kalau masih ada permasalahan, silahkan di selesaikan terlebih dahulu," tegasnya.
Terkait ada diduga oknum di BPN yang ikut diduga menguasai lahan itu, Wahyu juga mengatakan tidak mengetahui persis hal itu.
"Soal itu kita tidak tahu persis Pak," tukasnya saat dihubungi via telpon. oganilirterkini.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar